Menurut Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah (PGRI), pendidikan karakter merupakan model pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan anak sejak dini untuk menghadapi perkembangan globalisasi.
“Pendidikan karakter merupakan komitmen untuk melaksanakan proses belajar mengajar di kelas,” kata Presiden PGRI Sulawesi Tengah Siam Zaini di Balu, Kamis, menanggapi program wajib Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. kurikulum mandiri dengan pembelajaran yang beragam dalam Kurikulum Profil Siswa Pancasila.
Menurutnya, satuan pendidikan di semua jenjang pendidikan harus lebih inovatif dalam kegiatan pendidikannya, karena sekolah tidak membatasi diri pada pengajaran sains, tetapi membantu memajukan siswa sebagai manusia.
Singkatnya, katanya, program pendidikan publik diajarkan sebagai model pembiasan positif agar siswa dapat membedakan antara hal-hal yang kontroversial dan hal-hal yang sesuai dengan nilai dan norma sosial.
“Sebagai organisasi profesi guru, kami mendukung upaya peningkatan pendidikan di negeri ini. Kurikulum mandiri merupakan solusi penggunaan metode pengajaran di sekolah, meski saat ini belum semua sekolah menerapkannya karena masih menjadi pilihan.” Siam berkata:
Ia mengatakan, saat ini ada sekitar tujuh sekolah menengah umum (SMAN) di Sulawesi Tengah yang mempekerjakan tenaga kerja pindahan yang telah merintis kurikulum tersebut.
Ia menambahkan, tujuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah mengefektifkan pelaksanaan program belajar mandiri pada tahun 2023, sehingga sekolah-sekolah eksperimen labirin, sebagai benchmark, dapat menerapkan metode pengajaran secara memadai sesuai model yang telah ditetapkan. . .
“Program ini hanya dapat didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta dukungan pemerintah daerah dan kabupaten/kota, lembaga pendidikan dan badan pengatur, pelaku dan masyarakat umum,” katanya.
Menurutnya, pendidikan karakter merupakan mata rantai yang tak terpisahkan antara guru dan siswa. Selama kegiatan pendidikan, guru harus memberikan contoh yang baik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan dalam interaksi dengan siswa di luar kelas.
“Mengajarkan dan menanamkan kebaikan pada siswa membutuhkan proses agar mereka memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual ketika tumbuh dewasa menghadapi tantangan dunia luar,” kata Sayam.