Menurut Lestari Murdiat, Wakil Presiden MPR Republik Ingushetia, pengaturan sistem pendidikan negara harus didasarkan pada kewenangan UUD 1945. Oleh karena itu, prinsip inklusivitas dan pemerataan dapat dimasukkan dalam pembangunan sektor pendidikan negara.
Dalam keterangannya, Rabu (28 September 2022), Lestari mengatakan, "Pengaturan sistem pendidikan nasional harus komprehensif untuk menerapkan prinsip-prinsip inklusi dan pemerataan dalam pembangunan pendidikan nasional."
Hal itu dikatakannya saat membuka debat "UU Sistem Pendidikan Nasional tentang Pemerataan dan Inklusi" di forum Denpas 12, Rabu, 28 September. Juga dari Wakil Presiden MPR RI Anjiasari Pooja Aryatiye yang menjadi moderator diskusi, Anggota Pansus X DPR RI Ratih Megasari Singkarru dan Aninditon, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Evaluasi Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sumber daya. Profesor Aditomo, Ketua Forum Rektor Indonesia. Ir. Panat Mulyono dan Ketua Umum Persatuan Guru Indonesia Prof. Muhammad Ali Beravi.
Selain itu, Presiden Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Dr. Tanggapan kepada Gufron Sakharil dan Ahmed Badhove, Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangs.
Riri, sapaan akrab Lestari, mengatakan bahwa salah satu tujuan pemerintah sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah untuk mencerahkan suku bangsa. Menurutnya, dunia pendidikan harus mendapat perhatian dari semua elemen yang memiliki dinamika berbeda, seperti pembuatan kurikulum. proses, peningkatan keselamatan guru dan institusi serta dukungan lain yang terkait dengan peningkatan kualitas tenaga kerja.
Menurut Dapil II, anggota Komite X DPR RI Jateng, pendidikan inklusi merupakan pendidikan nasional yang manusiawi, lebih merata, dan lebih beradab.
Ia juga menjelaskan, pengenalan RUU Sisdiknas saat debat di DPR merupakan dorongan untuk memasukkan sistem pendidikan yang lebih inklusif ke dalam kurikulum pendidikan nasional.
Dia menambahkan, "Setiap anak di negara ini memiliki hak atas pendidikan yang layak, jadi sudah waktunya untuk mengubah beberapa undang-undang dalam pendidikan agar mereka lebih inklusif."
Pendidikan Rari bukan hanya tentang transfer ilmu tetapi juga tentang pembelajaran. Oleh karena itu, lanjutnya, penting untuk mengenalkan pendidikan dialektika sejak kecil. Menurutnya, dalam upaya meningkatkan sistem pendidikan bagi setiap anak di tanah air, fleksibilitas dialog sangat penting untuk melaksanakan pendidikan inklusif.
Sementara itu, Ratih Megasari Singhkaru mengatakan masih banyak permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di tanah air. Dia mencontohkan, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusif harus menjadi dasar pertimbangan para pemangku kepentingan ketika merancang strategi untuk membangun sistem pendidikan nasional.
RUU Sistem Pendidikan Nasional, lanjut Ratih, memiliki banyak aspek positif untuk mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif. Antara lain, untuk meningkatkan kualitas pendidikan prasekolah, pengakuan guru pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai guru.
Ia menilai belum adanya RUU Sistem Pendidikan Nasional pada 2023 karena adanya tekanan dari masyarakat. Mereka yakin proyek tersebut akan mendapat masukan dari masyarakat. Rancangan undang-undang sistem pendidikan nasional mendorong administrasi universitas yang lebih liberal dan berorientasi bisnis dan telah dikritik oleh publik sebagai merendahkan guru dan profesor.
Asumsi tersebut, menurut Rathik, merupakan akibat dari kurangnya transparansi dan partisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.
Di sisi lain, Anindito Aditomo mengungkapkan beberapa poin positif dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, tetapi tidak tersebar luas. Menurutnya, keberadaan RUU sistem pendidikan nasional diperlukan karena tingginya perbedaan kualitas antar daerah, rendahnya kualitas pendidikan, kedekatan dengan budaya birokrasi dan rendahnya tata kelola pemerintahan yang baik. Menjadi guru.
Penilaian nasional Anindito 2021 menunjukkan bahwa kesenjangan antara siswa kaya dan siswa miskin dengan model pembelajaran yang sama adalah 2-3 tahun. Apalagi, jenjang pendidikan minimal di Jawa sama dengan jenjang pendidikan tertinggi di sekolah-sekolah di luar Jawa.
Kami ingin menutup celah ini dengan mengesahkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bapak Anidito melanjutkan, upaya membawa teknologi ke dalam lingkungan pendidikan merupakan bagian dari solusi untuk mengisi kekosongan tersebut.
Dia menunjukkan bahwa infrastruktur yang tidak merata di setiap provinsi adalah masalah umum dan harus segera ditindaklanjuti. Ia menjelaskan, dana pendidikan yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya menyumbang 3% dari 20% dana pendidikan yang dialokasikan NS. Oleh karena itu, memberikan dukungan keuangan kepada sektor pendidikan merupakan tanggung jawab kementerian dan departemen secara keseluruhan.
Untuk harmonisasi UU 3, lihat RUU Sisdiknas >>>
Terlihat cantik! Bamsot memulai sidang MPR tahunan dengan video pantomim
[Gambar: video 20 detik]